Thursday, December 14, 2017

Ayat-Ayat Cinta 2 (Habiburrahman El-Shirazy)


Ayat-Ayat Cinta 2 - Habiburrahman El Shirazy


Sepanjang novel yang pernah aku baca, rasa-rasanya novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini deh yang konfliknya banyak bener. 

Iya. Coba aja baca (kalau nggak mau baca, mungkin sebentar lagi bisa ditonton di bioskop), konflik si pemeran utama yang masih dipegang oleh Fahri ini ada macam-macam. Kalau sebelumnya dia fokus pada konflik batinnya yang pilih Aisha atau Maria, tapi kalau ini, rumit.

Sorry to say, aku lebih suka Ayat-Ayat Cinta 1 dibanding yang kedua ini.

Untuk aku, kayaknya 8 dari 10.



***

Simpel Sinopsis


Cerita di novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini masih bersama dengan Fahri, tapi dengan kondisi di awal cerita, Aisha ini menghilang ketika dia bersama teman kayak reporter atau wartawan gitu lah pergi ke Palestina, padahal niatnya kayak sukarelawan doang. Ada kabar tentang temannya Aisha ini tewas karena kena bom atau apalah saat tentara Israel menyerang rakyat Palestina. Dan buat Fahri ini jadi pasrah, jangan-jangan Aisha juga ikut tewas kayak temannya itu, karena nggak ada kabar sama sekali.

Memang diawal cerita Aisha ini hanya dikabarkan seperti itu, sehingga memang betul-betul tokoh central yaaa si Fahri ini. Fahri diceritakan sudah menjadi doktor di University of Edinburgh dan menjadi dosen disana sekaligus jadi peneliti membantu Prof. Charlotte dalam penelitian-penelitiannya. Fahri ini juga diceritakan sudah memiliki banyak usaha di bidang kuliner, fashion, dan minimarket. 

Fahri tinggal bertetangga dengan Nenek Catarina, seorang Yahudi yang tinggal dengan anak angkatnya yang bernama Baruch yang juga mantan tentara Israel, tapi nanti diceritakan Baruch ini mengusir Nenek Catarina dari rumahnya sendiri dan hak waris rumah tersebut diambil alih oleh Baruch. Selain itu, juga bertetangga dengan Brenda, dia kayak gadis pekerja biasa tapi suka keluar malam dan baru balik lagi ke rumahnya pagi-pagi, Fahri pun suka melihat dia kayak abis mabuk-mabukan gitu. Bertetangga juga dengan Nyonya Janet bersama anaknya bernama Keira dan Jason. Dua-duanya benci Fahri banget. Alasannya karena ayahnya meninggal karena kena bom bunuh diri yang dilakukan orang Islam, dan semenjak ayahnya meninggal, kehidupan mereka jadi berubah jatuh bangun nggak punya uang dan sebagainya. Padahal Keira sempat direncanakan menjadi pemain biola terkenal dan sekolah seni terbaik, sedangkan Jason direncanakan sekolah bola dan bercita-cita menjadi pemain bola terkenal.

Fahri tinggal bersama Paman Hulusi dan seiring jalannya cerita, temannya yang bernama Misbah hadir karena kebetulan sedang melanjutkan pendidikan di Inggris dan mencari tempat untuk sekedar nginap gitu. 

Sampai suatu hari ada kejadian dimana Fahri selesai shalat di masjid menjumpai seorang perempuan berkerudung tapi wajah nya buruk rupa kayak gelandangan gitu, bernama Sabina, sedang meminta-minta ke orang-orang yang ada di jalan. Fahri yang merasa sebagai sesama muslim, merasa tidak baik bahwa seorang muslim berlaku seperti pengemis, akhirnya membantu orang tersebut untuk mendaftarkannya menjadi warga legal dan untuk sementara waktu tinggal di rumah Fahri juga sampai urusan nya selesai.

Tapi konflik Fahri juga tidak cuma itu, dia juga dihadapkan pada pilihan apakah dia tetap bertahan untuk tidak menikah lagi semenjak hilangnya Aisha atau memilih untuk menerima hati yang lain (deuilah bahasa nyaaa). Dia dihadapkan pada Yasmin dan juga Hulya, yang masih satu keluarga dengan Aisha, yaitu sepupunya Aisha. Dari segi fisik yang juga mirip Aisha, terus bisa main biola juga, itu yang buat Fahri jadi yaaa mau-mau nggak-nggak lah sama Hulya ini. Galau. 

Fahri juga berhadapan dengan kejadian dimana Paman Hulusi memutuskan ingin menikahi Sabina, tapi ternyata Sabina menolak lamaran tersebut. Dan segera pindah dari rumah. Tapi kepergian Sabina justru membuat tetangga-tetangga Fahri merasa kehilangan. Sampai Nenek Catarina memohon dengan sangat kepada Fahri supaya mencari kembali Sabina dan tinggal disana lagi.

Banyak lah konfliknya. Ada ketika Keira dan Jason akhirnya bisa sekolah dan melanjutkan impiannya. Fahri bahkan turut membantu Keira dengan membiayai nya ikut lomba di Cremona, Italia dan juara 3. Mereka sempat berbaikan, tapi ketika Jason menyatakan ingin masuk Islam kepada keluarganya, Keira balik membenci Fahri kembali dengan alasan Fahri memanfaatkan keluarga nya dengan membantu nya sedemikian rupa supaya mereka pindah agama.

Sampai akhirnya Fahri bertemu Sabina lagi, Fahri sempat menyatakan ingin melamar Sabina, tapi Sabina tolak juga dengan alasan fisiknya dikhawatirkan menyusahkan Fahri dikemudian hari dan memaksa Fahri berkali-kali agar melamar Hulya. 

Udah lah ya, nanti makin nggak seru lagi ceritanya. 

Hahahaha.

***

Alasan kenapa 8 dari 10?


Aku nggak tahu, tapi rasanya ada bagian-bagian di buku ini yang complicated banget dan rasanya kayak duh nggak banget deh.

Kita bahas satu-satu.

Tema yang diambil Kang Abik untuk Ayat-Ayat Cinta 2 ini, aku nggak bisa fokus disalah satu. Ada roman nya, ada social humanity nya juga, ada persoalan agama, kebudayaan juga ada, entah aku menganggap ini terlalu complicated atau justru "paket lengkap". Memang, kayaknya sih lebih fokus ke masalah agama ya. Dimana Fahri ini kan tinggal di Eropa dan bagaimana tanggapan orang-orang barat terhadap Muslim dan ketakutan-ketakutan mereka terhadap Islam. Disini Kang Abik memang jauh lebih banyak sedikiiit menggambarkan bagaimana cara Fahri menghadapi itu.

Tapi untuk soal tema sebetulnya nggak terlalu masalah, seandainya tokoh utama tidak "berbeda".

Apakah Fahri berbeda? Jujur saja aku sangat, sangaaaat menyukai novel Ayat-Ayat Cinta 1 termasuk filmnya. Karena disitu penokohannya pas, Fahri yang digambarkan betul-betul wise tapi tenang dan nggak mau ngambil konflik sama orang lain, terus juga humble dan tawadhu gitu lah. Begitu juga dengan Aisha yang justru aku ngeliatnya disini dia kayak sosok perempuan cantik, pintar, tangguh gitu deh, nggak menye-menye. Tapi di Ayat-Ayat Cinta 2 ini aku kayak ngerasa bayanganku terhadap Fahri yang dulu jadi berubah.

Oke, Fahri memang di Ayat-Ayat Cinta 1 digambarkan pintar, tapi di Ayat-Ayat Cinta 2 kayak serba tahu semua. Sekaliber kayak kiyai-kiyai campur ilmuwan-ilmuwan yang hebat. Yaaa, ngerti sih, bahkan dia jadi peneliti gitu, tapi entah aku lebih suka Fahri yang punya wawasan sewajarnya saja. Entah mengapa.

Terus Fahri ini jadi kaya banget deh. Punya bisnis macam-macam, dari di bidang minimarket, butik, terus merambah ke bidang kuliner gitu. Yaaaa wajar juga sih, tapi yaaa balik lagi ke tadi. Sosok Fahri di Ayat-Ayat Cinta 1 yang jauh lebih sederhana, udah ngelotok banget di bayangan aku.

Daaaan, karena kaya nya dia ini, Fahri seakan-akan bisa menyelesaikan segala sesuatunya dengan uang. 

Nah, aku suka sebetulnya bagian dimana Paman Hulusi mengkritik Fahri, saat Keira balik benci lagi ke Fahri karena tahu adiknya, Jason, mau pindah agama menjadi Islam. 

Disitu dia kritik Fahri kalau jangan terlalu baik dengan orang lain dan tidak segala sesuatunya bisa diselesaikan dengan uang, bahkan menyebut Fahri sosok yang kapitalis.

Tapi Fahri sendiri membela diri dengan kasih kisah Abu Bakar r.a, yang menurutku tidak terlalu sejalan dengan kondisi sekarang. Fahri ini untuk bayangan orang "zaman now", ini sih kelewatan baik nya dan justru buat jadi nggak masuk akal.

Iya betul yang dibilang Paman Hulusi, nggak semua hal bisa diselesaikan semudah itu dengan uang.

Satu lagi, aku bayangin Fahri ini emang tawadhu gitu ya. Tapi di Ayat-Ayat Cinta 2, kok malah jadi kayak lebay. Berlebihan porsinya menggambarkan Fahri sebagai muslim yang taat. Malah kayak perfect kebangetan dalam hal ibadah. Tapiiii, ada saat-saat dimana dia ini kayak kritik atau merintahin Paman Hulusi justru dengan kata-kata yang nggak enak. Kan jadi jomplang antara Fahri yang bentar-bentar nggak lupa dzikir, shalat sunah, hafalin quran, dan ibadah lainnya tapi ketika berhadapan dengan orang lain terkadang "lupa". 

Hulya dan Keira masih menyuguhkan duet yang anggun. Fahri mengajak Paman Hulusi untuk pergi meninggalkan arena itu. 
"Tidak nunggu sampai selesai, Hoca?" 
"Sudah cukup, Paman. Jangan berlebihan! Ayo kita kembali ke hotel, aku masih banyak kerjaan." 
"Iya, Hoca." (Hal. 369)
Tuh, males banget bahasa nya. Kayak Fahri ini merintahnya nggak wise gitu deh.

Fahri digambarkan sangat sempurna, kaya, ganteng, pintar, diincer cewek-cewek cantik, dzikir nggak lepas dari bibirnya, ibadah yang mahdhah-ghairu mahdhah nya jalaaan terus. Ah sempurna lah, tapi di lain sisi, itu kayak aneh jadinya. Too PerfectToo good to be true. Ini menjadikan paradigma laki-laki sempurna seperti Fahri dan perempuan yang sempurna selalu cantik-cantik macam Aisha dan Hulya ini. (Ini sih elo nya aja yang iri, Del).
Daaaan, apa sih, ketemu sama cewek aja kadang buat hati nya berdesir. Nggak gitu, maksudku, hmmm, apa yaaa, males aja jadinya pas baca bagian ini. Apalagi part-part dimana dia ketemu Hulya dan Yasmin. Freak deh.
Sekilas Fahri melihat wajah Yasmin dalam sekali pandangan. Hati Fahri berdesir. Sang Imam masjid membukakan pintu untuk Syaikh Usman agar naik di bangku belakang mobil sedannya bersama Yasmin. (Hal. 337) 
Kini tinggal Fahri dan Yasmin di lift itu menuju lantai lima. Keduanya sama-sama menundukkan kepala, dan sama-sama diam seribu bahasa. Hati Fahri sedikit berdesir ketika dari kaca yang ada di dalam lift itu ia sedikit melihat wajah Yasmin yang anggun. (Hal. 339)
Yasmin bergegas meninggalkan Fahri dan Paman Eqbal, Langkahnya tampak terburu-buru. Sesekali ia melihat jam tangannya. Fahri menghela napas. Hatinya merasakan kelegaan sekaligus sedikit keperihan. Lega karena ia terbebas dari beban harus memilih Yasmin, namun sedikit perih. Yah perih, dari relung hati paling dalam ia harus mengakui, Yasmin adalah taman bunga yang indah dan suci, baunya harum semerbak, di dalamnya penuh keberkahan, dan ia urung mendapatkannya. (Hal. 353)
 Apaaaa ini?

Oke, selain Fahri, ada tokoh yang cukup mengganggu juga. PAMAN HULUSI. Aduuuh, sumpah ya. Ini orang apa sih. Kalau memang hanya menggambarkan sebagai pengurus rumah nya Fahri sekaligus supir gitu, tapi kok yaaa ada yang sebawel dia ke majikannya. Apaaaa aja di komentarin. Mending komentarnya bagus, seringnya ngeselin. Bagus sih, lamarannya di tolak Sabina.


"Sabina!"

Suara Paman Hulusi membuat perempuan itu mendongakkan kepala.

"Iya, saya."

"Hoca Fahri berpikiran sebaiknya kau menikah, kamu harus berkeluarga. Hoca Fahri dan para brother di Edinburgh ini akan mencoba membantu kamu mendapatkan suami yang baik agar kau hidup layak dan wajar seperti umumnya wanita di sini. Bagaimana menurutmu?"

Sabina kaget mendengar hal itu, ia nyaris tersedak saking kagetnya. Wajahnya berubah pucat, namun perubahan itu tidak ada yang menangkapnya sebab buruknya wajah itu. Sabina tidak berkata-kata. Perempuan itu menunduk dan diam.

"Kenapa diam saja, Sabina?" tanya Paman Hulusi.

Fahri sama sekali tidak menengok ke arah Sabina, ia terus menikmati sarapan paginya dengan lahap.

"Diam itu berarti setuju, Paman," sahut Misbah.

"Itu kalau perempuan masih gadis, kalau sudah tidak gadis ya lain. Bukan begitu, Hoca?"

Fahri mengangguk.

Air mata Sabina meleleh. (Hal. 374)

Terus kalau udah nggak gadis, diam artinya apaan Paman? Terus Fahri nya pake ngangguk-in segala.

Dan Sabina ini juga, apa ya? Aku rasa sih yang nyebelin di pihak Fahri nya. Oke, dari awal muncul Sabina, sebenarnya aku udah feeling kalau dia ini Aisha (HAHAHAHA, KETAUAN). Dan dari awal mereka kembali bertemu, sebetulnya ada "pesan" yang secara tidak tersirat banyak ditunjukan sama si Sabina ini. Dari yang nggak mau diperiksa sidik jarinya, cara dia baca qur'an waktu Fahri nggak sengaja dengar, waktu dia nyiapin makanan untuk Fahri, bahkan anehnya lagi, waktu di part dimana keluarga besarnya Hulya datang ke Edinburgh, yang notabene Hulya ini kan sepupu nya Aisha, berarti orang tua nya ini pamannya Aisha dong? Terus Kakek-Nenek Hulya ini juga Kakek-Neneknya Aisha, kok yaaa nggak ada yang ngeh toh pas ada yang nyeletuk makanan yang dibuat Sabina ini rasanya mirip kayak yang dibuat ibunya Aisha.

Sebetulnya sejauh apa sih rasa cinta mereka semua ke Aisha? Terutama Fahri. Fahri ini di part-part dia merenung atau ngingat Aisha rasanya detaiiiil banget, ingat bagaimana Aisha berlaku begini ke Fahri atau apalah, kalau memang secinta itu, harusnya "tanda-tanda" yang semirip itu bisa dong dirasakan apalagi antara Suami dan Istri lho yaaa. Meskipun di akhir dijelaskan kalau Fahri itu sebetulnya merasa ragu, semua mirip Aisha tapi jangan-jangan itu cuma perasaan nya dia aja karena kehilangan.

Tapi tetap aja ngeselin.

Sok tahu lo, del.
AHAHAHA.

I don't know, ini masalah tata bahasa penulisan yang kurang atau gimana, tapi sejauh aku baca novel Kang Abik, aku nggak pernah merasa "aneh" kayak gini. Apa emang terlalu berlebihan atau bagaimana, tapi banyak banget yang aku skip. Aku bahkan baca di part Fahri mau debat di Oxford tentang agama gitu, ya ampun ada kali hampir sehalaman mendeskripsikan baju nya Fahri yang dia pakai buat acara debat itu. Iya sih, disitu dijelasin Fahri kayak pakai jas-jas bangsawan gitu. Info yang bagus, tapi entah jadi malesin aja baca nyaaa.

Sering banget aku skip. Maaf ya Kang Abik.

Poin plus disini, kalau soal riset, penjelasan, dan pengetahuan-pengetahuan yang di kasih sama Kang Abik udah top lah. Banyak hal-hal baru yang aku pahami, kayak konsep Amalek dan Kaum Bani Israel yang membanggakan diri mereka bahwa mereka adalah bangsa yang terpilih, konsep agama, dan banyak lagi. Aku bisa kayak sekalian belajar. Terima kasih, Kang.

Ending? Yaaa, masih sama seperti novel pertama nya, pasti ada yang mati. Kalau orang lain mungkin menganggap ini plot twist, aku sih nggak. Karena aku udah ngira dari awal kalau Sabina ini emang Aisha dan hal-hal lainnya tidak terlalu mengejutkan.

But, memang aku berharap sekali ada sekuel Ayat-Ayat Cinta ini, jadi meskipun kurang sesuai ekspektasi ku, tapi paling nggak, aku bisa bertemu sosok Fahri lagi meski dengan kondisi yang menurutku agak berbeda.

Buatku, jika membandingkan dengan novel yang sama tebal nya, agak lebih memuaskan novelnya yang Api Tauhid sih dibanding Ayat-Ayat Cinta 2 ini.

***

So, apakah aku masih bakal tertarik untuk nonton film nya?

Jujur aja masih.
Iyalaaah, pemain filmnya bagus-bagus.
Soundtrack nya juga juara lah. Penyanyinya diva-diva semuaaaa.

Toh terkadang film bisa jadi lebih baik daripada novel juga lho.

Lihat trailer nya juga oke kok.
Ditambah pas banget isu palestina yang saat ini juga sedang di beritakan di media-media.

Okaaay,
Selamat membaca buku.
Selamat menemukan hal-hal baru. 😉

No comments:

Post a Comment