Tuesday, October 3, 2017

Katarsis (Anastasia Aemilia)


Katarsis - Anastasia Aemilia


Fresh baru kelar aku baca nih. Untuk buku bertema Psikologi-Thriller karya penulis Indonesia, emang masih jarang banget yang bawa tema ini. 
Kebetulan aja nemu buku ginian di toko buku bekas yang biasa aku datangin. Liat aja covernya, simpel sih tapi sadis kan? Bocah megang boneka tapi kepala bonekanya lepas. Ancur.

Tapi ada poin-poin yang bikin aku harus nenurunkan penilaian sama buku ini.

7 dari 10. Maaf ya. Meskipun banyak yang bilang (liat gugel) ini bukunya bagus. 


***


Simpel sinopsis :


Ceritanya tentang perempuan bernama Tara Johandi. Dia diawal diceritakan selamat dalam kondisi kritis + trauma dari kasus pembunuhan di rumah pamannya, Arif Johandi. Arif sendiri dikabarkan koma. Sedangkan bibinya, Sasi Johandi dan bapaknya sendiri, Bara Johandi tewas meninggal. Beberapa hari sebelumnya, sepupunya, Moses Johandi juga tewas dengan badannya di mutilasi. Dan kebetulan ada pencuri buronan yang dicari polisi, yang terpantau ada ga jauh dari lokasi kejadian, dan justru mereka yang dituduh sebagai pelakunya.

Cerita selanjutnya sih seputar kejadian yang dihadapin sama si Tara ini. Dengan dibantu sama psikiaternya, dr. Alfons, dari yang tiba-tiba muncul paket berupa kotak perkakas (tempat dimana si Tara ini juga di umpetin pas kejadian pembunuhan di rumah pamannya itu), kucing yang baru ditemuin si Tara di jalan tiba-tiba mati dengan dicekik secara sadis, dan pembunuhan-pembunuhan lain dengan metode dan cara yang sama kayak dia alamin dan ditinggalin koin 5 rupiah di TKP nya.

Selain Tara, di ceritanya juga menggunakan Point of View (POV) orang lain, yang bernama Ello.

Jadi siapa yang ngelakuin ini semua? Apakah si Tara atau orang lain?


***

Alasan kenapa 7 dari 10?


Ada poin plus dan minus di buku ini.


Plus nya, berhubung ini buku psiko-thriller, aku akuin, ini buku sadis. Psikopat abis.
Ada 66 bab, tiap bab paling 3-5 halaman aja sih (bukunya juga ga tebal), mungkin karena itu juga, jalan ceritanya cepat banget. Nilai plus lagi buat orang yang ga suka cerita bertele-tele. To the point sama inti cerita.

Tiap kelar baca 1 bab, asli, emang bikin aku ingin berkata kasar, like, "gila", "sinting nih penulis", "psikopat nih tokohnya, pasti", dan kata-kata kasar pribadi lainnya (AHAHAHA). Dan penulis berhasil membangun tokoh psikopat kayak begitu.

Nilai plus lainnya, gaya bahasa nya yang bagus. Kenapa kubilang bagus? Untuk standar novel karya penulis indonesia, kayaknya baru kali ini yang gaya penulisannya kayak novel-novel terjemahan. Biasanya kan novel-novel indonesia pake nya gaya bahasa sehari-hari. Tapi ini nggak. Apalagi dia pakai POV orang pertama. 

Contoh : 
Kewarasan divonis tanpa menggunakan stetoskop, termometer, atau rontgen. Buatku itu sama sekali tidak masuk akal. Aku duduk di kasur. Berusaha sebisa mungkin mencari tahu cara berpikir si psikiater, meminjam buku-buku tebal dari perpustakaan manapun yang bisa kudatangi, buku-buku yang bila kutumpuk bisa mengantarku menyentuh langit-langit kamar. Itu tak cukup membantu. Bulan beriak di balik jendela. Panas mulai menengaruhiku, membuat benakku berkhayal yang tidak-tidak. (Hal. 51)

Dan ternyata, si pengarang juga kerja sebagai editor dan penerjemah di Gramedia. Baiklah.

Nilai plus lainnya,
Ending yang cukup baik untuk standar psiko-thriller. Pastinya gantung dan ada rasa-rasa creppy nya. Bikin orang ngerasa penasaran "terus dia gimana lagi akhirnya?"
Yang padahal, yaaa ga ada lanjutannya. Novel/film thriller pun kebanyakan juga punya ending yang gantung dan tetap buat deg-degan. Bagus sih.

  • Nilai minusnya? (Hela napas), berhubung aku suka banget yang berbau-bau psikologis, baca cerita ini terbayang hal-hal yang buat aku mikir, "ah masa sih? Aneh ah". Pertama, aku ga paham Tara ini sebenarnya kenapa. Alasan kenapa dia bisa se-psikopat itu bahkan dicerita nya semenjak dia masih 5 tahun-an, udah mulai bertingkah sadis, ini nggak dijelasin kenapa. Bayangin aja, 5 tahun udah nusuk ibu-ibu yang karena ngatain dia "anak nakal", itupun juga karena si Tara ini yang duluan dorong anaknya sampai berdarah. Sadis juga ya.

    Yang aku sempat ngeh, karena bapaknya Tara ini suka bersikap kasar sama Ibunya. Dan ibunya terlampau lemah untuk melawan kekerasan yang terjadi. Jadi dia benci banget sama orang tua nya, dan itu juga yang bikin dia benci namanya Tara (Tari dan Bara). Bahkan ibunya meninggal pun karena si Tara ini. Caranya? Baca aja bukunya. Gila deh.

    Tapi, buatku, what? Umur 5 tahun masa iya bisa segitu nya ah. Ngerti benci sama nama sendiri sampai segitunya. Cuma karena hal sepele, sakit hatinya sampai dendam sadis gitu. Tapi yaa entah juga sih. Bisa jadi emang orang yang punya trauma tersendiri punya efek hebat juga bahkan semenjak masih kecil. Cuma yaaa, meragukan aja.

  • Kedua, untuk tokoh satu lagi (di cerita ada pergantian POV, antara Tara dan Ello), Ello sendiri mungkin agak lebih jelas buatku kenapa bisa se-psikopat itu. Karena bapaknya pun psikopat jaman dulu dan itu bikin Ello juga "kepingin" kayak gitu juga (sepertinya). Kalau dia, sempat disinggung, punya penyakit Congenital Insensitivity to Pain (CIPA). Dia ga ngerasain sakit apapun dan suka melukai tubuhnya. Terus jadi obsesi sendiri, setiap ngeliat darah dia kayak senang, karena buat dia darah yang warna nya merah itu suci, murni, dan yaa pokoknya sadis lah nih orang. Tapi aku ga gau sebenernya, dari segi psikologis, apakah ada kaitannya langsung antara CIPA ini dengan psikologis manusia, cuma kalau dari cerita, sepertinya pengaruh bapaknya yang sadis juga.

  • I know, aku pernah nonton drama korea judulnya Voice, dan ceritanya si psikopat waktu kecil pernah liat bapaknya ngebunuh pegawainya (atau siapalah itu, suruhannya mungkin), dan itu ternyata berefek dia jadi sadis. Dimulai dari dia ngebunuh kucing dengan dipukul kepala si kucing gitu lah. Memang sih, psikopat hampir sebagian besar ada "kejadian" yang pernah dia alami atau dia lihat yang buat dia jadi begitu.

    Eh belum dijelasin negatifnya ya? Aku ngerasa nggak jelas sekali si Ello ini. Dia suka sama si Tara, tapi karena si Tara ini suka sebut nama dr. Alfons, dia cemburu dan sampai tega bunuh si Tara. Oke, bisa jadi cemburu. Tapi anehnya lagi, di awal diceritakan hubungannya sama bapaknya ini udah kayak ga nganggep "bapak dan anak" lagi, tapi kenapa cuma karena hal Tara dan Alfons ini dia jadi baikan segitu mudahnya dan kerja sama buat ngebunuh orang? Agak aneh menurutku sih.

  • Ketiga, peran dr. Alfons juga yang menurutku aneh. Ngapain dia bawa si Tara ke rumahnya segala buat tinggal, cuma karena si Tara ini udah ga punya siapa-siapa lagi? Kalau dia emang dokter, psikiater pula, harusnya kan yaa ada batasan antara dokter dengan pasien nya. Ntar jadi kayak Joker sama Harley Quinn versi kebalik dong (Apaan sih) 😐

    Keempat, balik lagi ke Tara, dia ini kenapa sih? Skizofrenia? Atau halusinasi biasa atau kesurupan? Dibeberapa bagian, kadang ditulis kalau dia melihat monster. Kayak bagian ini, 

    Dari celah dibawah pintu, ada sekelebat bayangan cepat yang melintas. Aku yakin itu bukan khayalanku karena monster buruk rupa yang biasa berkoak di sudut mataku, masih merentangkan sayapnya dan menempel lekat di langit-langit. (Hal. 227)

Aku jadi ingat pernah nonton film thriller barat, judulnya February, dan si pembunuhnya ini digambarkan kemasukan setan gitu. Jadi sadis dan ngebunuh orang. Entah si Tara kayak gini juga apa gimana.

  • Kelima, di bagian-bagian akhir, diceritakan tentang tukang kebun nya yang baru bekerja akhirnya dicurigai yang ngasih surat lewat kolong pintu kamar si Tara. Dan pas dicari polisi, tukang kebunnya udah nggak ada. Kabur. Ini apa orang yang beda atau sebetulnya si tukang kebun ini si Ello? Dan gantung aja itu part.

    Keenam (duh banyak ya), tapi ini yang bikin ga nyaman. POV nya cuuuy. Ga ada aba-aba pergantian POV antara Tara dan Ello. Karena dua-duanya pakai POV "aku", kadang pas lagi baca bab baru, aku ingin berkata kasar, "errr, ini ternyata bagiannya Ello", padahal bab sebelumnya masih bahas dengan POV si Tara.

    Ketujuh, aduh ada lagi sih. Tapi boleh lah satu lagi ya. Ini tentang si Arif Johandi. Aneh banget lah dia. Dia kan koma, masa bisa kabur dari rumah sakit tanpa ketauan siapapun dan ah banyak lah yang aneh.

    Sebetulnya, ini novel bagus karena jarang penulis indonesia bikin dengan tema ini. Meski banyak kekurangan, tapi kalau yang suka alur cerita sadis dan berdarah-darah, ini recommended (Hahaha. Psikopat lu, del). Karena diluar sana, banyak orang lain yang ngasih penilaian bagus bahkan sangat bagus buat buku ini.

    Overall, aku suka gaya bahasa mbak Anastasia Aemilia ini. Untuk gaya bahasa dalam konteks novel Indonesia, aku kasih nilai 9 dari 10.

    Ya ampun, maaf ya kalau spoiler sekali.

  • Oh ya, dari pemberian nama judul buku, jujur aja ini bikin penasaran. Karena pas liat, aku sendiri ga tau arti katarsis ini apa. Meskipun relevansi antara judul dengan ceritanya, justru aku kurang dapet. 😅

    Selamat menikmati buku. Selamat menemukan hal-hal baru. 😊

No comments:

Post a Comment