Pulang - Tere Liye |
"Mau semuak apapun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap terbit indah seperti yang kita lihat sekarang. Mau sejijik apapun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap memenuhi janjinya, terbit dan terbit lagi tanpa peduli apa perasaanmu. Kau keliru sekali jika berusaha melawannya, membencinya, itu tidak pernah menyelesaikan masalah. Kembalilah. Pulang kepada Tuhanmu."
Baiklah. Aku memang salah satu tukang baca yang suka menikmati tulisan-tulisan Tere Liye. Termasuk novel Pulang ini.
8.7 dari 10 versi saya.
***
Simpel Sinopsis
Novel ini bercerita tentang seorang remaja berusia 15 tahun bernama Bujang (nama aslinya Agam). Bapaknya ini keras apalagi kalau Bujang ketahuan belajar agama, sedangkan Mamaknya adalah keturunan Kiai. Mereka bisa menikah tapi risikonya adalah dimusuhi sama keluarga besar Mamaknya.
Suatu hari, teman Bapaknya datang, disebutnya Tauke Muda. Datang untuk berburu babi hutan bersama kelompoknya dan diajaklah si Bujang untuk ikut serta. Dalam perburuannya ada kejadian dimana salah satu babi hutan yang katakanlah paling liar dan mau menyerang mereka, tapi tanpa rasa takut, Bujang melawan babi hutan itu dengan tombak nya dan berhasil. Karena keberaniannya itulah, Bujang diminta untuk ikut dengan Tauke Muda merantau ke kota. Awalnya Mamaknya tidak setuju, tapi akhirnya pasrah menerima Bujang untuk pergi.
Ternyata Bujang ke kota dan bekerja dengan Tauke Muda untuk menjadi tukang pukul Keluarga Tong. Meskipun begitu, Bujang juga di sekolahkan, dikasih kursus bela diri, menembak, dan hal-hal lainnya. Pokoknya, si Bujang karena memang dasarnya juga cerdas, dia dianggap tukang pukul andalan Keluarga Tong deh. Dan bertahun-tahun kemudian, Keluarga Tong berhasil menjadi penguasa dengan konsep "shadow economy" nya.
***
Alasan kenapa 8.7 dari 10
Pertama, bahkan aku nggak nyangka kalau novel ini bertemakan antara ekonomi, politik, dan action ya? Yang menurutku jauh lebih seru dibanding novel Negeri Para Bedebah nya. Awalnya aku malah menduga, novel Pulang ini semacam novel spiritual seperti Rembulan Tenggelam di Wajahmu tapi ternyata aku salah. Meskipun ada tentang spiritualnya, tapi nggak secara garis besar digambarkan di novel ini. Dan ini yang buat aku merasa Tere Liye hebat menggabungkan segala macam jenis tema itu dan dengan ending yang memang membuat aku merasa, "oh ini ternyata maksudnya "pulang"..."
"Pergilah anakku, temukan masa depanmu. Sungguh, besok lusa kau akan pulang. Jika tidak ke pangkuan mamak, kau akan pulang ke hakikat sejati yang ada dalam dirimu. Pulang….” (Hal. 24)
Kedua, inilah kenapa aku suka novel-novel Tere Liye, aku bisa kayak dapat banyak nasihat disana, di tiap tulisannya, nggak cuma menikmati setting yang dia gambarkan, kejadian-kejadian tiap bab, tapi aku bisa dapat banyak hal yang bikin aku "nyes" disela-sela membaca.
"Kau boleh melupakan Mamak, kau boleh melupakan seluruh kampung ini. Melupakan seluruh didikan yang Mamak berikan. Melupakan agama yang Mamak ajarkan diam-diam jika bapak kau tidak ada di rumah.” Mamak diam sejenak, menyeka hidung, “Mamak tahu kau akan jadi apa di kota sana…Mamak tahu… Tapi, tapi apa pun yang akan kau lakukan di sana, berjanjilah Bujang, kau tidak akan makan daging babi dan daging anjing. Kau akan menjaga perutmu dari makanan haram dan kotor. Kau juga tidak akan menyentuh tuak dan segala minuman haram."
Seperti itu. Kukira ini hanya sekedar nasihat dalam cerita antara seorang ibu dengan anaknya yang mau pergi jauh. Tapi Tere Liye hebat, dia nggak lantas menjadikan itu sekedar nasihat, dalam kejadian-kejadian selanjutnya diceritanya, aku rasa itu juga adalah doa dari seorang ibu kepada anaknya.
Ketiga, hal ini juga lah kenapa aku suka novel-novel Tere Liye. Gaya bahasa yang "khas" nya Tere Liye yang nggak pernah berubah di setiap novelnya. Bahkan ada ada dimana Tere Liye menjelaskan konsep Shadow Economy dengan gaya bahasa yang menurutku mudah untuk dipahami. Begitu juga dengan penggunaan bahasa di setiap kata per kata nya. Sopan tapi juga tidak terlalu berat. Dan tetap ada konsep Melayu di tiap kalimat-kalimat percakapan.
“Shadow economy adalah ekonomi yang berjalan di ruang hitam, di bawah meja. Oleh karena itu, orang-orang juga menyebutnya black market, underground economy. Kita tidak sedang bicara tentang perdagangan obat-obatan, narkoba, atau prostitusi, judi, dan sebagainya. Itu adalah masa lalu shadow economy, ketika mereka hanya menjadi kecoa haram dan menjijikkan dalam sistem ekonomi dunia. Hari ini, kita bicara tentang pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, property, minyak valas, pasar modal, retail, teknologi mutakhir, hingga penemuan dunia medis yang tidak ternilai yang semuanya dikendalikan oleh institusi ekonomi pasar gelap. Kami tidak dikenali oleh masyarakat, tidak terdaftar di pemerintah, dan jelas tidak diliput media massa, seperti yang Anda nikmati setiap hari. Bukankah kemanapun, wartawan berbondong-bondong memotret Anda? Kami tidak. Kami berdiri di balik bayangan. Menatap semua sandiwara kehidupan orang-orang.”
Keempat, Alur yang digunakan ini buatku keren. Meskipun Tere Liye menyajikan alur maju-mundur, tapi plot dengan ending yang tidak disangka-sangka ini betulan keren. Alur yang maju mundur inilah yang buat kita ikut terbawa ketika Bujang melawan emosi-emosi yang ada di pikiran dan hati nya. Tapi serius deh, endingnya ini emang kejutan.
“Ketahuilah, Nak, hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapa pun. Hidup ini hanya tentang kedamaian hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran,”
Kelima, Karakter nya mungkin emang terkesan "widih hebat banget nih orang. Setiap adegan berantem pasti lah menang". Tapi sama lah seperti novel-novel Tere Liye yang lain, biarpun ada banyak tokoh di ceritanya, pasti ada tokoh yang paling utama dan sangat menonjol dibanding yang lain. Dan Tere Liye "menciptakan" tokoh Bujang seperti itu. Hebat, tak terkalahkan, cerdas.
"Jika setiap manusia memiliki lima emosi, yaitu bahagia, sedih, jijik, dan kemarahan, aku hanya memiliki empat emosi. Aku tidak punya rasa takut."
Tapi Tere Liye berhasil menciptakan tokoh sempurna tapi sesungguhnya tidak sempurna itu. Ya, Bujang tidak sesempurna yang digambarkan di awal cerita.
Keenam, Sudut Pandang. Terkadang aku agak kecewa sih. Memang sudut pandang yang dipakai adalah orang pertama dengan "aku" nya ini yaa si Bujang. Tapi ada kala dimana seakan-akan menjelaskan hal yang sebenernya di setting nggak ada dia disitu. Aneh sih. Tapi karena Tere Liye juga pinter mainin alur, (kebetulan itu part dimana emang lagi seru-serunya) jadi yaaa lupa aja sama keanehan itu. Mungkin itu yang buat aku menurunkan 0.3 poin dari yang sebetulnya bisa kukasih poin 9.
Ketujuh, Part paling aku suka adalah ketika Bujang menerima kabar kalau Mamaknya meninggal. Disaat Bujang betul-betul terpuruk, dia dihibur sama Kopong dan diceritakanlah Mamaknya seperti apa.
“Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati Bapakku dibanding di tubuhnya. Juga Mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya.”
Ini yang buat aku juga suka, ketika perlahan-lahan Bujang mulai mengetahui Bapak dan Mamaknya seperti apa berkat orang-orang disekitarnya.
***
Berhubung aku memang dari dulu suka baca konsep-konsep The New World Order atau biasa orang mengaitkannya Freemason atau Iluminati, dimana dikatakan memang ada yang menguasai dunia dengan "kekuatan" yang tak kasat mata. Hal-hal ilegal apapun diperbolehkan dan merekalah yang ngatur semuanya. Mereka nggak berperan secara langsung tapi pengaruhnya bahkan pemerintah aja nurut sama mereka. Mau ada peraturan yang secara real kita tahu, orang-orang yang "penting" ini bisa aja nggak peduli aturannya atau bahkan tiba-tiba muncul aturan baru yang sebetulnya juga campur tangan mereka yang ujung-ujungnya menguntungkan mereka. Yaaa nggak terkecuali juga lah di bidang ekonomi nya. Entah kenyataannya apakah betul atau nggak, aku cuma suka baca-baca aja sih tentang hal itu. Tapi sepertinya sih memang betulan ada.
Dan konsep shadow economy yang dijelaskan secara baik oleh Tere Liye pun membuat aku langsung berpikiran kesana. Aku jadi sedikit membayangkan, Tere Liye secara tidak langsung juga mengimajinasikan seandainya ada "orang" seberani Bujang dan dia melawan penguasa-penguasa yang sudah dikatakan orang banyak lewat konsep The New World Order itu.
Selain itu, karakter yang beliau pakai dengan menggambarkan sosok Calon Presiden, nomor urut 2 dan suka berkemeja putih, agak nyentil memang.
Tapi memang akhir yang ingin Tere Liye sampaikan yaa memang hakikat kehidupan.
"Hanya seorang samurai sejati yang tiba pada titik itu. Di titik ketika kau seolah bisa keluar dari tubuh sendiri, berdiri, menatap refleksi dirimu seperti sedang menatap cermin. Kau seperti bisa menyentuhnya, tersenyum takzim, menyaksikan betapa jernihnya kehidupan. Saat itu terjadi, kau telah pulang, Bujang. Pulang pada hakikat kehidupan. Pulang memeluk erat semua kesedihan dan kegembiraan." (Hal. 219)
“Ketahuilah, Nak, hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapa pun. Hidup ini hanya tentang kedamaian hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran,” (Hal. 340)
Sangat recommended untuk dibaca.
Selamat menikmati buku. Selamat menemukan hal-hal baru. 😊
No comments:
Post a Comment