Beautiful Malice - Rebecca James |
Kali ini mau mereview buku Beautiful Malice. Kebetulan aku nemu buku ini di toko buku bekas yang biasa aku datangin. Pertama liat covernya bikin penasaran dan baca sinopsis di belakang bukunya tambah pengen beli bukunya.
7.5 dari 10
***Simpel Sinopsis
Diceritakan tokoh utama bernama Katherine. Katherine ini pernah mengalami hal yang membuat dia trauma dimana adiknya di bunuh dan untuk melupakan apa yang udah terjadi di hidupnya dia sampai pindah tempat tinggal menjadi di Sydney dan mengubah nama nya menjadi Katherine yang sebelumnya bernama Katie Boydell.
Katherine yang sudah pindah sekolah di Drummond ini akhirnya diajak berkenalan dengan seorang perempuan yang terkenal di sekolahnya, namanya Alice. Awalnya Katherine sendiri merasa beruntung bisa mengenal Alice yang cantik, terkenal, karena dulunya Katherine ini juga termasuk orang yang lebih mementingkan pertemanan, pesta-pesta dan hura-hura gitu lah. Semenjak adiknya meninggal, Rachel, dia berubah menjadi sosok yang menarik diri dari hal-hal tersebut. Tapi semenjak mengenal Alice, dia jadi merasa kayak bebas seperti kayak dulu lagi.
Alice ini punya teman juga yang dikenalkan ke Katherine, namanya Robbie. Robbie sendiri sebetulnya suka sama Alice, tapi sayangnya Alice hanya menganggap Robbie ini sekedar teman. Lama-lama, Katherine yang awalnya bahkan menutup banget peristiwa yang buat dia trauma itu, akhirnya perlahan-lahan dia bisa terbuka sama Alice dan Robbie.
Selain itu, Katherine juga berkenalan dengan seorang perempuan bernama Phillipa dan adiknya Mick, yang lama-lama akhirnya si Mick ini jadi pacarnya Katherine.
Jadi sebetulnya kejadian apa yang buat si Katherine ini trauma dan apa hubungannya sama si Alice ini?
***
Alasan kenapa 7.5 dari 10
Maaf sekali, aku cuma menceritakan sinopsis betul-betul simpel ya. Soalnya cerita yang dibuat penulis kayaknya setiap bagiannya penting. Nanti malah terkesan spoiler. AHAHAHA.
Mending baca bukunya dulu kan yaaa.
Hmm, sebetulnya untuk ukuran buku debut, ini udah termasuk bagus banget. Tapi ada beberapa hal yang buat aku rada kecewa sedikit aja kok jadi menurunkan rasa penasaran aku. Kita bahas satu-satu.
Pertama, lagi-lagi dan aku yakin kalau ada yang udah baca review-review ku sebelumnya, alasan kenapa aku selalu membeli buku yang ku beli adalah karena COVER nya. Yoyoi, buat aku cover yang menjadi pilihan aku dalam membeli buku bukan cuma sekedar yang imut-imut, tapi yang abstrak atau menimbulkan pertanyaan, "maksudnya apa ya covernya kayak gini", justru itu lebih sering aku pilih buat dibeli. Di buku ini, meskipun aku cuma beli di toko buku bekas, tapi justru pas ketemu dan lihat covernya seperti itu malah buat penasaran.
Liat aja, cewek pake dress, nunduk, belakangnya ada piano, terus latarnya kayak taman gitu, dengan sinopsis yang tertulis di bagian belakang buku yang nyinggung-nyinggung Psiko-Thriller (yaaa aku emang doyan tema ini). Jadi makin tambah tertarik.
Kedua, tentang alurnya. Buatku ini poin plus sih. Cukup berbeda dibanding alur-alur novel biasanya. Karena di buku ini, aku menemukan alur maju mundur tapi dengan 3 situasi. Pertama, ketika Katherine masih bersama adiknya, Rachel. Kedua ketika Rachel telah meninggal, Katherine sudah pindah dan berkenalan dengan Alice. Dan ketiga, ketika Katherine udah punya anak. Dan meskipun penulis tidak memberikan aba-aba dalam perpindahan alur, tapi overall aku masih bisa membedakan situasinya dan menikmati setiap alurnya.
Ketiga, sudut pandang yang digunakan pun juga masih standar sih. POV orang pertama dengan si Katherine ini. Sejauh membaca buku ini, aku nggak terlalu menemukan hal-hal yang menggangu.
Keempat, untuk jalan cerita yang diangkat, aku rada ngerasa lama-lama ini kayak sinetron. Tidak membosankan sih tapi ada kejadian-kejadian yang kuanggap ini lebay banget dan berasa kayak nonton sinetron-sinetron di TV.
Kelima, penokohan. Ini kisah yang intinya si pemeran utama merasa kayak bersalah terus menerus karena kematian adiknya. Dia ngerasa kayak "ini pasti gara-gara gue makanya adik gue meninggal. Coba gue nggak ngelakuin itu...", seperti itulah. Si tokoh utama juga diceritakan masih 17 tahun dengan kejadian adiknya meninggal di saat dia berumur 15 tahun. Yaaa, mungkin kalau dibayangin, pasti ninggalin trauma, tapi kepikiran bahkan sampai niat banget ganti nama, terus justru melarikan diri nekat pindah dan lebih milih tinggal sama tante nya yang suka pergi-pergi, kok ya aku malah kesel. Secara, kejadian yang menimpa mereka berdua sampai adiknya meninggal itu seharusnya buat si Kathrine ini lebih waspada dan butuh perlindungan dari orang-orang di sekitarnya dong? Tapi ini malah pengen menyendiri gitu. Agak aneh.
Ada lagi tokoh yang aneh disini. Robbie. Sumpah ya, dia diceritanya suka sama Alice, tapi kok yaa udah berkali-kali ditolak, diperlakukan nggak menyenangkan sama si Alice ini, dia tetap keukeuh suka. Yaaa cinta itu emang buta, tapi males aja jadinya. Terus juga sifat Robbie ini yang menurutku, heiii elu kan cowok, kok yaaa kepo banget sih sama urusan orang lain? Hampir di part bagian dia, rasanya ini orang kayak kepo banget sama urusan orang. Tapi di ending, aku kasih apresiasi buat si Robbie ini.
Disini aku malah suka sama Philipa dan Mick. Meski di awal cerita Phillipa ini tergolong "muncul" secara aneh, dari pertemuannya dengan Alice-Katherine-Robbie di restoran dengan situasi yang canggung, tapi ujung-ujungnya malah dekat dengan Katherine, setidaknya di situasi selanjutntya dia betul-betul yang ngelindungin Katherine banget. Mick pun juga begitu. Contoh orang-orang yang melindungi dan bertanggungjawab terhadap orang lain.
Keenam, yang buat aku sebel banget. Gaya bahasa. Ya ampun, campur aduk banget. Narasinya mungkin bahasanya bagus, kayak novel-novel terjemahan, tapi pas bagian percakapan, kadang aku menemukan kata-kata yang malesin banget lah. Contohnya nih,
atau,
Malesin banget kalau menemukan kata-kata yang nggak enak di novel-novel terjemahan.
Ketujuh, ending. Standar sih. Aku nggak merasa menemukan hal yang nggak diduga-duga di novel ini. Psiko Thriller yang aku harapkan sedikit sadis juga nggak ternyata. Aku berharap menemukan orang yang psikopat dari segi tindakan fisik, tapi ternyata lebih main ke batin dan kejiwaan saja.
Okay, meskipun begitu, sekali lagi, untuk ukuran novel debut, Rebecca James sudah sangat baik buat novel ini. Kalau yang suka novel tema "sakit jiwa" tapi bukan ke fisik, ditambah jalan ceritanya yang nggak bertele-tele, mungkin ini bisa jadi pilihan kalian untuk dibaca.
Selamat menikmati buku. Selamat menemukan hal-hal baru. š
Kedua, tentang alurnya. Buatku ini poin plus sih. Cukup berbeda dibanding alur-alur novel biasanya. Karena di buku ini, aku menemukan alur maju mundur tapi dengan 3 situasi. Pertama, ketika Katherine masih bersama adiknya, Rachel. Kedua ketika Rachel telah meninggal, Katherine sudah pindah dan berkenalan dengan Alice. Dan ketiga, ketika Katherine udah punya anak. Dan meskipun penulis tidak memberikan aba-aba dalam perpindahan alur, tapi overall aku masih bisa membedakan situasinya dan menikmati setiap alurnya.
Ketiga, sudut pandang yang digunakan pun juga masih standar sih. POV orang pertama dengan si Katherine ini. Sejauh membaca buku ini, aku nggak terlalu menemukan hal-hal yang menggangu.
Keempat, untuk jalan cerita yang diangkat, aku rada ngerasa lama-lama ini kayak sinetron. Tidak membosankan sih tapi ada kejadian-kejadian yang kuanggap ini lebay banget dan berasa kayak nonton sinetron-sinetron di TV.
Kelima, penokohan. Ini kisah yang intinya si pemeran utama merasa kayak bersalah terus menerus karena kematian adiknya. Dia ngerasa kayak "ini pasti gara-gara gue makanya adik gue meninggal. Coba gue nggak ngelakuin itu...", seperti itulah. Si tokoh utama juga diceritakan masih 17 tahun dengan kejadian adiknya meninggal di saat dia berumur 15 tahun. Yaaa, mungkin kalau dibayangin, pasti ninggalin trauma, tapi kepikiran bahkan sampai niat banget ganti nama, terus justru melarikan diri nekat pindah dan lebih milih tinggal sama tante nya yang suka pergi-pergi, kok ya aku malah kesel. Secara, kejadian yang menimpa mereka berdua sampai adiknya meninggal itu seharusnya buat si Kathrine ini lebih waspada dan butuh perlindungan dari orang-orang di sekitarnya dong? Tapi ini malah pengen menyendiri gitu. Agak aneh.
Ada lagi tokoh yang aneh disini. Robbie. Sumpah ya, dia diceritanya suka sama Alice, tapi kok yaa udah berkali-kali ditolak, diperlakukan nggak menyenangkan sama si Alice ini, dia tetap keukeuh suka. Yaaa cinta itu emang buta, tapi males aja jadinya. Terus juga sifat Robbie ini yang menurutku, heiii elu kan cowok, kok yaaa kepo banget sih sama urusan orang lain? Hampir di part bagian dia, rasanya ini orang kayak kepo banget sama urusan orang. Tapi di ending, aku kasih apresiasi buat si Robbie ini.
Disini aku malah suka sama Philipa dan Mick. Meski di awal cerita Phillipa ini tergolong "muncul" secara aneh, dari pertemuannya dengan Alice-Katherine-Robbie di restoran dengan situasi yang canggung, tapi ujung-ujungnya malah dekat dengan Katherine, setidaknya di situasi selanjutntya dia betul-betul yang ngelindungin Katherine banget. Mick pun juga begitu. Contoh orang-orang yang melindungi dan bertanggungjawab terhadap orang lain.
Keenam, yang buat aku sebel banget. Gaya bahasa. Ya ampun, campur aduk banget. Narasinya mungkin bahasanya bagus, kayak novel-novel terjemahan, tapi pas bagian percakapan, kadang aku menemukan kata-kata yang malesin banget lah. Contohnya nih,
"Waduh, gimana ya, Ma...sepertinya sulit. Aku menikmati Bahasa Inggris sekarang..." (hal. 24)
atau,
"Eww...!!! Quelle Horreur!" Alice melotot berlagak kaget menatap kedua tangannya. "Sungguh berbahaya melakukan pekerjaan kasar. Aku tidak akan serendah itu."
Malesin banget kalau menemukan kata-kata yang nggak enak di novel-novel terjemahan.
Ketujuh, ending. Standar sih. Aku nggak merasa menemukan hal yang nggak diduga-duga di novel ini. Psiko Thriller yang aku harapkan sedikit sadis juga nggak ternyata. Aku berharap menemukan orang yang psikopat dari segi tindakan fisik, tapi ternyata lebih main ke batin dan kejiwaan saja.
Okay, meskipun begitu, sekali lagi, untuk ukuran novel debut, Rebecca James sudah sangat baik buat novel ini. Kalau yang suka novel tema "sakit jiwa" tapi bukan ke fisik, ditambah jalan ceritanya yang nggak bertele-tele, mungkin ini bisa jadi pilihan kalian untuk dibaca.
Selamat menikmati buku. Selamat menemukan hal-hal baru. š
No comments:
Post a Comment